Mobil Baru

Kev
3 min readJun 24, 2024

--

Kananta duduk di sebelah Sean yang kini tidak berhenti tersenyum menatapnya sampai keningnya berkerut heran. “Kenapa, Mas?”

Sean menggeleng kemudian kembali melajukan mobil tanpa mengatakan apa pun. Suasana hatinya cukup baik hari ini.

“Ah iya, Mas. Aku cek tabunganku kayaknya udah cukup deh buat nyicil mobil,” papar Kananta membuat Sean meliriknya sebentar dengan tatapan tak suka.

“Gak suka gue jemput ya?” tanya Sean merasa tersinggung sebab Kananta membicarakan mengenai hal itu tepat saat ia menjemput.

“Enggak, Mas. Ya ampun maaf kalau kamu tersinggung, aku beneran gak bermaksud begitu.” Kananta merasa bersalah sebab membahas sesuatu tanpa tahu waktu.

“Mulai besok, gue bakal antar-jemput lo,” ujar Sean terdengar amat serius.

“Justru itu tujuanku. Jadi, aku gak perlu repotin kamu. Terus, bukannya kamu juga suka khawatir ya kalau aku naik taksi online? Makanya aku mau pakai mobil sendiri aja. Tabunganku beneran cukup kok, Mas. Aku gak akan minta tambahan dari kamu,” jelas Kananta memberi alasan.

“Kalau gue larang, lo bakal nurut?” tanya Sean tanpa menoleh sedikit pun pada Kananta yang tampak terkejut saat sang suami menunjukkan sisi dominannya.

Kananta menelan ludah dengan susah payah, sepertinya Sean marah dan benar-benar tak setuju. Padahal, Kananta sudah menyiapkan uangnya hingga memilih mobil seperti apa yang ingin ia miliki.

“Yang bikin kamu larang aku itu apa?” tanya Kananta memberanikan diri untuk bertanya alasannya agar ia bisa memaklumi larangan Sean.

“Kita belum butuh itu, ngerti kan? Kalau soal kerja, gue masih bisa antar-jemput lo. Terus kalau lo ada mobil, kalau lo pergi ke mana-mana, gue jadi gak perlu jemput lo. Gue suka direpotin sama lo. Paham?” Sean menoleh sebentar dengan tangan yang terulur untuk menepuk-nepuk kepala Kananta. “Nurut aja sama gue, ya?” Suaranya melembut dan terkesan memohon.

Kananta mengangguk pelan. Tujuannya membicarakan ini pada Sean memang untuk meminta izin. Jadi, kalau memang Sean tidak mengizinkan, ia harus menurut meski sedikit kecewa.

“Gue … tadi obrolin judul yang pas buat lagu Naufan,” Sean buru-buru memeriksa ekspresi Kananta yang memandangnya datar, “gapapa kan gue bahas dia bentar?”

Kananta mengangguk. “Gapapa.”

“Jadi, kita diskusi sama tim dari agensi dia juga. Sekitar enam orang lah tadi. Ada banyak opsi buat judul lagunya nanti, terus ada yang minta Naufan buat jelasin situasinya biar kita bisa pilih judul yang benar-benar mewakili perasaan dia di lagu itu. Naufan bilang, kalian pacaran sekitar empat tahun, ya?” Sean melirik sang istri yang hanya memberi anggukan.

Sean melanjutkan, “Jujur, gue kepikiran soal itu. Pernikahan kita juga sekarang memasuki tahun keempat. Gue yakin, sepanjang empat tahun sama Naufan lo udah dicintai sebegitu besarnya sama dia. Selama gue garap lagu dia, dengerin cerita dia soal kalian berdua dari sudut pandangnya, ditambah dengan keadaan lo saat dia tinggalin, bukannya makin benci sama dia, justru gue jadi merasa kalau kalian benar-benar saling mencintai. Gue gak ada apa-apanya kalau dibandingin sama dia.”

Suasana mendadak hening. Kananta masih setia mendengar perkataan Sean selanjutnya, sementara Sean sendiri tengah larut dalam rasa tidak pantasnya sebab belum membuat Kananta merasa dicintai seperti yang Naufan lakukan.

“Maaf ya, Nan. Selama ini gue belum bisa mencintai lo kayak dia,” ungkap Sean penuh penyesalan.

Kananta mengangguk paham dengan kekhawatiran sang suami. Ia menjawab, “Cara seseorang mencintai pasangannya itu beda-beda, Mas. Yang dilakukan Naufan bukan standar yang harus dipenuhi sama setiap orang. Kalau kamu mau mencintai aku seperti dia, berarti tahun ini kamu bakal ninggalin aku, gitu? Kamu bakal menikahi wanita lain dan bikin aku … sepertinya sekarang aku beneran gak mampu lagi buat bertahan hidup.”

Begitu Sean menampakkan keterkejutannya, Kananta meraih salah satu tangannya untuk digenggam. “Kamu gak perlu jadi orang lain buat mencintai aku. Hubunganku sama dia berakhir kurang baik, tapi aku gak mau hubungan kita berakhir. Kamu jangan takut aku ninggalin kamu ya?”

“Tapi, lo malah mau beli mobil baru. Kan gue takut lo tiba-tiba kabur,” keluh Sean tampak cemberut.

Kananta tergelak mendengar Sean cemberut begitu. “Enggak kok, Mas. Kamu bener, kita belum butuh. Aku akan terus repotin kamu,” bujuknya berhasil membuat Sean tampak tersenyum meski Sean berusaha menyembunyikannya.

“Makasih ya, Nan.”

“Enggak, aku yang makasih.” Kananta menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami. Sesekali ia melirik Sean yang tampak fokus berkendara, dan Sean pun mengecup keningnya dengan jahil hingga membuat Kananta tersipu malu.

Kananta diam-diam tersenyum, membayangkan kalau ia berkendara dengan mobil sendirian pasti akan sangat kesepian sebab tidak ada Sean yang akan membicarakan banyak hal selama perjalanan. Kalau boleh sedikit egois, ia ingin orang di sampingnya ini selalu ada di sisinya selama mungkin. Hanya untuknya, ia tak suka berbagi kalau soal Sean.

--

--

Kev

Welcome to Kevlitera, an archive for Kev's Story.