Meet Again

Kev
6 min readJun 8, 2024

--

Sean pingsan. Dua kata itu saja sudah membuat Kananta panik bukan main. Mengapa Sean yang selalu sok kuat itu tiba-tiba pingsan? Apakah kepalanya terbentur sesuatu atau karena dia sakit? Kananta dijemput oleh seorang staf untuk mengikutinya ke backstage. Kananta juga membawa Abin bersamanya agar tidak hilang kalau ditinggal sendirian.

“Mas, kamu kenapa pingsan sih?” Tangan Kananta berkeringat dingin saking paniknya dengan kondisi Sean.

“Silakan masuk ke ruangan itu, Mbak,” tunjuk staf yang mengantar Kananta pada sebuah ruangan dengan pintu yang terbuka.

Kananta pun masuk dengan buru-buru, tak sabar ingin segera melihat Sean dan memastikannya baik-baik saja. Begitu masuk, seorang dokter yang memeriksa pun tampak pamit untuk pergi. Di ruangan itu tersisa Arkan dan dua staf yang tidak Kananta kenali. Sean sudah siuman, tapi masih terbaring lemas dengan tatapan sayu.

“Mas Sean, ya ampun, kamu kenapa?” Kananta buru-buru mendekati sang suami, membuat Arkan segera menyingkir dari samping Sean untuk memberi ruang baginya.

Dengan wajah yang pucat, Sean tersenyum seadanya sembari menggeleng. “Gue oleng dikit barusan, gapapa kok, Nan.”

“Gapapa gimana? Kamu pingsan, lemes banget ini ya ampun,” omel Kananta seraya mengangkat salah satu tangan Sean yang terlihat lemas dan tak bertenanga. “Ngaku sama aku, kamu kapan terakhir makan?”

Sean tak menjawab, ia hanya tersenyum lebar dengan mata yang ikut menyipit. Karena kesal, Kananta mencubit hidungnya dengan kesal. “Kamu tuh kecapean, kan? Mas, aku kaget banget dikasih tau kamu pingsan begini.”

“Maafin gue, Nan. Gue lupa makan karena ditarik-tarik buat dikasih make up dikit buat tampil tadi, masih keliatan gak? Gue gantengan dikitlah ya,” ujar Sean dengan senyum tanpa dosanya.

“Bibir pucet begitu,” ledek Kananta seraya membantu Sean untuk duduk.

Arkan dan kedua staf tadi segera pergi sebab suasana terasa canggung kala menyaksikan sepasang suami istri yang bermesraan tanpa tahu tempat. Padahal, Kananta sendiri sama sekali tidak kepikiran untuk bermesraan. Justru ia tengah mengkhawatirkan keadaan suaminya.

“Abin mana?” tanya Sean belum melihat presensi sang adik ipar.

“Ada di luar. Kamu mau ketemu?” tanya Kananta memastikan.

“Nanti aja. Gimana penampilan gue tadi? Keren gak? Lo kaget, kan?” Meski dengan wajahnya yang pucat, Sean tersenyum cerah dengan mata yang berbinar.

Kananta mengangguk tanpa pikir panjang. “Kaget banget. Kamu kereeeen banget, malah aku suruh Abin buat rekam kamu doang, Junario-nya gak usah. Aku sampai nangis loh, Mas,” sahutnya seraya menggenggam salah satu tangan Sean dengan kedua tangannya yang mungil.

Sean tersipu malu seraya menyandarkan kepala Kananta di dadanya, tangannya bergerak mengelusi kepala. “Gue siapin penampilan itu khusus buat lo, Nan.”

Kananta langsung menegakkan duduknya dan menyipitkan mata memandangi Sean dengan curiga. “Jadi, selama ini kamu selalu nemenin Junario latihan itu karena kamu juga ikut latihan ya?”

“Iyalah,” Sean tergelak, “awalnya gue gak berani naik panggung apalagi sampai dirias kayak tadi. Terus kan lo nyebelin banget pernah bilang gak mau dateng, kan gue jadi merasa sia-sia udah latihan.”

“Aku nangis, Mas. Aku terharu banget dengernya. Aku gak bisa bilang apa-apa selain terima kasih banyak karena sudah membuat lagu seindah itu.” Kananta mengeluarkan sebungkus roti dari tasnya dan segera menyuapkan pada mulut Sean. “Ayo makan sedikit, nanti pulang dari sini aku masakin yang enak.”

Sean hanya mengangguk-angguk dan tinggal membuka mulut untuk mendapat suapan dari Kananta. Tangannya hanya bersidekap atau sesekali mengelus kepala Kananta.

“Waaahhhh akhirnya selesai jugaaa!!! Tapi gue belum puas, pengen lagi. Kenapa cuma sehari sih?” Terdengar suara teriakan dari luar ruangan yang disambut dengan tepuk tangan dari para staf. Sepertinya itu suara Junario yang baru menyelesaikan konsernya. Sayang sekali Kananta tidak bisa mengikuti sampai selesai. Namun, Sean tetap harus diutamakan.

Di luar terdengar gaduh sekali. Obrolan mereka tidak terdengar jelas saking berisik dan saling bersahutan dari banyak orang.

“Eh, Bang Sean, lo pingsan? Ya ampun!” Junario memasuki ruangan dan segera menghampiri Sean yang masih diberi suapan roti oleh Kananta.

“Iya nih, lagi pengen dimanjain Mama,” sahut Sean seraya melirik Kananta.

Seketika Junario tergelak mendengarnya. “Papa keren banget loh tadi, hasil latihan kita gak sia-sia,” sahutnya meladeni drama keluarga yang Sean mulai.

“Pak Prod pingsan? Gue kaget loh, emangnya kena … pa?”

Dunia terasa dihentikan sejenak. Naufan berhenti di ambang pintu. Pandangannya jatuh pada seorang wanita yang tengah menyuapi Sean. Lalu Kananta menoleh padanya, berbagi keterkejutan masing-masing lewat tatapan. Setelah empat tahun, akhirnya keduanya bertemu dalam situasi yang cukup canggung.

“Ayo masuk aja, Fan,” ajak Junario yang merasakan kecanggungan dari Naufan.

“I-iya.” Naufan pun masuk dengan langkah ragu, tatapannya terlempar ke sembarang arah, asal tidak bertemu dengan Kananta.

“P-pak Prod, gue … gue nyanyiin potongan lagunya dikit tadi. Fansnya Junario langsung heboh,” ujar Naufan berdiri dengan canggung di samping Sean yang berseberangan dengan Kananta.

“Gue mau marahin sebenernya, tapi karena itu lirik lo yang nulis, gue izinin deh. Semoga mantan lo denger ya,” timpal Sean diakhiri dengan tawa kecil.

Kananta menelan ludah dengan susah payah. Situasi macam apa ini? Apa yang Sean katakan barusan? Semoga mantan Naufan mendengar? Mendengar potongan lagu yang Naufan nyanyikan tadi? Jadi, itu benar-benar untuknya?

“Eh, Nan, lo gak mau minta tanda tangan sama Naufan?” tanya Sean melirik Kananta di sampingnya yang hanya diam sebab rotinya sudah habis.

“Tanda tangan apa sih, Mas? Enggak,” sangkal Kananta kesal dengan Sean yang tiba-tiba mengajaknya berbicara. Padahal ia ingin menghilang saja karena tak mau bertemu dengan Naufan saat Sean pun ada bersamanya. Ia terlalu takut masa lalu keduanya terungkap. Bukan bermaksud menyembunyikan, hanya saja lebih baik Sean tidak perlu tahu karena Kananta pun sedang berusaha melupakan Naufan.

“Ini loh, Fan. Istri gue itu fans lo. Waktu gue liat Instagram lo, ternyata dia udah follow lo dari lama. Ayo dong, Nan, jangan malu-malu. Kapan lagi dapet kesempatan begini?” Sean terus saja menggoda Kananta di hadapan Naufan.

“Emang sih, Bang Nopan ini emang terkenal banget. Gue aja sempet ngefans sama lo,” timpal Junario seraya menepuk-nepuk bahu Naufan di sampingnya.

“Apa sih Nopan-Nopan? Naufan, Jun,” protes Naufan tak terima namanya diubah seenaknya. Junario hanya cekikikan melihat Naufan yang geram dipanggil begitu olehnya.

“Ya udah deh, kalau lo malu gapapa, Nan. Gue kenalin lo aja deh,” Sean masih belum jera membuat Kananta makin tak nyaman di situasi sekarang, “Fan, ini Kananta, istri gue. Kalau ketemu di jalan, jangan digangguin. Nanti lo habis sama gue,” kelakarnya dengan salah satu tangan yang masih menggenggam Kananta tanpa sadar.

“Iya, Pak Prod. Gak akan gue gangguin kok,” sahut Naufan terdengar santai, membuat Kananta mencuri-curi pandang untuk memeriksa ekspresi Naufan. Apa Naufan sungguh-sungguh mengatakannya?

“Lo harus cepet move on deh, Fan. Biar dapet inspirasi lagu tuh yang bucin kayak Bang Sean. Bukan galau mulu karena mikirin mantan,” papar Junario meledeki Naufan yang dominan memiliki selera lagu-lagu galau.

Naufan hanya tertawa hambar menanggapi Junario.

“Oh iya, Nan. Habis ini, gue mau ikut acara makan malem sama mereka berdua, sama semua staf juga. Lo mau ikut atau pulang duluan?” tawar Sean membuat Kananta makin dibuat bingung. Haruskah ia ikut? Tapi, bagaimana situasinya kalau makin canggung?

“Abin gimana, Mas?” tanya Kananta tiba-tiba teringat adiknya yang menunggu di luar.

“Eh iya ya, kan ada Abin. Ya udah, lo sama Abin pulang duluan aja, gue mau …,” Sean terdiam sejenak kala Kananta hanya memberi sorot tajam tanpa mengatakan apa pun, “iya iya, Nanta Sayang, kita pulang bareng, iya. Lo mau masakin buat gue, kan?” Tangannya mengusap bahu Kananta dengan lembut. Paham dengan kekhawatiran sang istri.

Perlahan sudut bibir Kananta terangkat, tak bisa menahan senyumnya. Sean selalu mengerti apa yang ia mau tanpa perlu keluar tenaga untuk membujuknya.

“Gapapa kok, Bang. Lo harus istirahat di rumah, kan tadi habis pingsan. Kalau ikut makan malem nanti pulangnya pasti sampai pagi deh, gue jamin. Kasian kan istrinya,” papar Junario menambah alasan agar Sean tak perlu ikut acara makan malam.

“Iya, maafin gue ya, Jun, Fan. Gue gak bisa gabung dulu malam ini.” Sean menatap Naufan dan Junario bergantian, lantas berakhir pada Kananta yang masih memegangi tangannya. “Iya, Nan, iya, gue ikut pulang kok.”

“Makasih, Mas.” Kananta lega Sean lebih memilih untuk pulang bersamanya ketimbang ikut acara makan malam itu. Sebenarnya bisa saja Kananta tak perlu ikut dan membiarkan Sean pergi sendiri. Akan tetapi, mengingat kondisi Sean hari ini yang kurang fit, ia tak ingin suaminya itu jatuh sakit. Selain itu, ia takut kalau Naufan akan membahas masa lalu mereka pada Sean.

--

--

Kev

Welcome to Kevlitera, an archive for Kev's Story.